Apa yang kita maksud dengan "identitas" ?
identitas merupaka salah satu kata aneh yang kita anggap kita pahami, sampai kita diminta untuk memberi batasan arti kata itu. Akan tetapi sekali kita mulai meneliti konsepnya, sadarlah kita bahwa maknannya jauh lebih kompleks dari pada dugaan kita semula. Dalam hal ini kita akan melihat faktor-faktor budaya yang mempengaruhi identitas seseorang, baik pria maupun wanita, pada segala masa dan tempat. Kita perlu menggali lebih dalam batasan-batasan dalam kamus seperti "kesatuan dan keteguhan kepribadian " atau "ciri-ciri khusus seseorang : misalnya melupakan identitas seseorang". Pertanyaan yang mendasar tampaknya adalah : "Siapakah aku sebenarnya?"
- IDENTITAS DAN KEBUDAYAAN
Pada zaman dahulu orang menerima begitu saja identitasnya. Mereka tidak dirundung kecemasan seperti yang dialami orang masa kini dalam memperbincangkan "pencarian identitas". Sampai lima puluh tahun yang lampau, orang umumnya percaya bahwa Tuhan, atau barangkali Nasib, menentukan hidup manusia yang harus diterimanya. Hanya kesulitan yang bisa ditimbul, kalau orang mencoba melebihi atau mengurangi takdir, tentu saja, sedikitnya di Amerika Serikat, ada angan-angan demokrasi yang romantis, yakni bahwa seorang bayi laki-laki, berapapun dari kalangan orang sederhana asalnya, bahwa seorang pria dapat mengubah nasibnya. Ini tidak berarti bahwa kita melenyapkan seluruh gagasan tentang nasib.
Bagi kesadaran kita yang modern, gagasan tentang nasib yang nyaris tidak dapat diubah terasa tidak adil. Kita percaya, bahwa demi keadilan setiap orang dapat maju sejauh kemampuan dan kesempatannya memungkinkan. Akhir-akhir ini kita mulai percaya bahwa masyarakat harus memberi kesempatan kepada mereka yang dahulu tidak memperolehnya, walaupun kita belum menerapkannya dalam praktek dengan baik. Kita tidak lagi percaya, bahwa perubahan nasib "menaik" harus dianggap luar biasa, atau perubahan "menurun" memalukan. Sesungguhnya seluruh gagasan "naik" atau "turun" makin menghilang dengan makin menerimanya kepercayaan, bahwa semua manusia itu sama, sederajat. Hal itu tercermin pada kebiasaan sosial seperti saling memanggil nama abtara majikan dan pegawai, dosen dan mahasiswa, mandor dan kuli, pendeta dan umat, sesuatu yang tidak masuk akal satu generasi yang lalu. Hal itu juga tercermin pada gaya manajemen baru yang makin tergantung pada kerja sama kelompok, bukan lagi pada kekuasaan otoriter seorang bos. Walaupun dalam keadaan demikian biasanya ada seseorang yang dianggap berhak mengambil keputusan terakhir, kecenderungan modern mengenai sopan santun dan keadilan menuntut didengarnya semua peserta, lepas dari berharga tidaknya saran-saran yang diajukannya.
Kelihatannya hal ini merupakan perbaikan murni terhadap cara-cara kuno, bukan hanya bagi masyarakat luas, tetapi juga bagi anggota masyarakat sebagai perorang. Dalam banyak hal memang benar, namun perubahan ini diduga oleh para pembaharu.
Apa yang terjadi bila gagasan tentang "nasib" lenyap? Apa yang terjadi bila manusia tidak lagi dididik untuk "tahu diri" atau tidak lagi percaya, bahwa kesulitan akan timbul kalau "mau menentang nasib"? Manusia kehilangan satu unsur penting dari identitasnya. Manusia tidak lagi dapat secara mudah dan aman mengidentifikasikan diri dengan latar belakangnya, karena mereka tidak lagi diharapkan untuk memapankan hidupnya dengan cara melanjutkan tradisi keluarga dan masyarakatnya. Setiap orang koni didorong untuk memulai dari nol, dan banyak yang merasa terampung-ampung di samudera kemungkinan.
Kebebasan seluas itu bisa mengasyikkan, dan disambut hangat oleh sementara orang. Tetapi bagi banyak orang lain, lambat laun terasa membingungkan. Pertanyaan "Siapakah aku sesungguhnya?" menjadi makin sulit terjawab, sebab tidak lagi bisa dijawab secara sederhana dalam kaitan dengan nasib atau tradisi, anda masih ingat, bahwa kamus mengartikan "identitas" dengan adanya unsur keteguhan. kalau nasib dan tradisi tidak lagi merupakan faktor penentu, kalau segala keadaan dapat berubah, apa yang teguh ? apa pula yang memberi rasa kesinambungan mantap yang begitu mutlak untuk memiliki identitas yang kuat ?
Identitas Wanita
Bagaimana Mengenal dan Membentuk Citra Diri
027945
© Kanisius 1988
PENERBIT
KANISIUS (Anggota IKAPI)
Jl.Cempaka
9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telepon
(0274)88783, Teleks 25243, Fax (0274) 63349
Diterjemahkan dengan izin penerbit aslinya dari buku IDENTITY, Define yourself in creative ways,
Know yourself in the image of God, Ruth tiffany barnhouse, The Westminster
press, Philadelphia, Pennsylvania, 1983.
Oleh A.G
Lunandi
Cetakkan pertama 1988
Cetakkan kedua 1991
Cetakkan ketiga 1992
Cetakkan keempat 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar