- IDENTITAS DAN ORANG LAIN
Kita tahu, bahwa manusia adalah makhluk sosial, tetapi kita terancam untuk melupakan arti kebenaran tersebut. Ini tidaklah berarti, bahwa kita hanya membutuhkan orang-orang lain dalam berbagai peran, terutama untuk melakukan hal-hal yang karena kita tidak mampu atau tidak mempunyai waktu, tidak dapat kita kerjakan sendiri, seperti memperbaiki mesin cuci atau menambal gigi, atau untuk melakukan hal-al yang tidak dapat kita kerjakan seorang diri, seperti main tenis, menjalankan perusahaan, atau mengalami seks. (Sayangnya, ada orang yang cara mengalami seksnya memang begitu.) Yang lebih penting ialah, bahwa ini berarti kita membutuhkan hubungan tetap dengan orang-orang lain terlepas dari nilai instrumental mereka. Kita tidak hanya perlu menerima kasih sayang, tetapi juga memberinya, termasuk pula kebutuhab akan menyentuh dan disentuh pada tingkat dasar dan tidak mengandung unsur seks. Bayi yang diberi cukup makan tapi tidak pernah dibuai dan dibelai akan sakit. Tingkat depresi dan sakit fisik kalangan orang kesepian, janda dan duda sangat tinggi, tetapi mereka sering menjadi sembuh dengan mempunyai binatang peliharaan ----- suatu makhluk hidup yang membutuhkan mereka, yang bermain dengan mereka dan menyentuh mereka.
Apa sabda Tuhan ketika menciptakan Hawa?
"Tidaklah baik lelaki sendirian saja." Berbeda dengan apa yang kadang-kadang dikatakan orang, Adam membutuhkan Hawa bukan sekedar untuk mencucikan kaosnya dan memasakkan makanannya. Tuhan kiranya dapat melatih kera untuk mengerjakan itu. Hawa dibutuhkan untuk kebersamaan, untuk keakraban, untuk saling berbagi yang sesungguhnya antar manusia dalam segala bidang. Dan Hawa membutuhkan Adam untuk hal yang sama. Menjalin hubungan yang benar-benar akrab dengan orang lain, berarti kita mengambil resiko menjadi dikenal apa adanya, membiarkan orang lain melihat kita dalam keadaan paling lemah. paling tak berdaya, bahkan paling ketus ----- bukan hanya ketika kita sedang baik, perkasa, sukses. Dalam jaringan keakraban erat semacam ini kita dinilai bukan hanya ketika menanjak/naik, melainkan juga ketika "mandek" bahkan ketika sedang menurun. Turun atau naik, dalam segala arti, tidak ada hubungannya dengan keakraban. Lain halnya dengan waktu. Tidak ada keakraban yang terjadi seketika.
Dalam budaya Amerika sukses dan dihargai jauh lebih tinggi dari pada persahabatan dan keakraban. Sebagai mana nanti akan saya postingkan, kenyataan mempermiskin kaum pria dan menurunkan nilai kaum wanita. Tetapi anak-anak, perempuan maupun laki-laki, dibesarkan dengan didikan, bahwa masa depan dan identitas mereka tergantung dari baik dan cepatnya mereka belajar hidup mandiri. Hal itu berarti melepaskan diri dari jaringan keakrabannya dengan alamiah. Menurut ahli antropologi Amerika keturunan Cina Francis L. K. Hsu, itu berarti bahwa anak-anak domotivasikan untuk hidup mandiri, bebas dari ketergantungan kepada orangtua mereka jauh sebelum mereka siap. Orangtua cenderung tetap setia, bagaimanapun mereka diperlakukan oleh anaknya. Tetapi orang luar tidak demikian. Karena terus-menerus ada persaingan, sebelum waktunya dan semasa masih hijau, dengan orang-orang sebaya untuk mencapai status yang dikaitkan dengan kemandirian, maka terciptalah sebuah pola sikap kurang saling percaya. Dr. Hsu percaya, bahwa hal itu "menentukan nada pendekatan orang Barat terhadap sesama manusia selama sisa hidupnya".
Problema ini lebih tampak lagi dibagian masyarakat yang angka perceraiannya mencapai 50% ke atas, sebab dalam keadaan demikian, orangtua sekalipun tidak dapat diandalkan. Ada bukti meyakinkan, bahwa angka perceraian yang tinggi antara lain disebabkan oleh kenyataan, bahwa banya suami-istri tidak saling menganggap pasangannya terutama sebagai sumber keakraban. Kita telah melihat, bahwa keakraban demikian menyangkut saling mengenal dalam segala segi, yang selalu mengandung kemungkinan timbulmya hal-hal tidak menyenangkan. Sebaiknya suami-istri menganggap pasangannya hanyalah pemberi kebahagiaan dan kesenangan, yang dapat dipecat bila gagal, seperti suatu perusahaan dapat berganti pemasok bila pelanggan yang biasa gagal memasok barang bermutu. Di banyak sekolah, kurang dari 25% murid yang hidup bersama kedua orangtua kandungnya. Karena tumbuh dalam lingkungan masyarakat demikian, mereka yang hidup dalam keluarga yang stabil pun sering mengalami kesulitan untuk menumbuhkan rasa berhubungan yang mantap dan bersinambung. Pengaruh keadaan rumah tangganya sendiri mungkin tidak cukup, karena anak-anak membentuk konsepnya tentang realitas melalui interaksi dengan anak-anak lain yang sebaya.
- IDENTITAS DAN DIRI SENDIRI
Jauh di lubuk hati, kita semua tahu betapa lemah kita ini, betapa tak berdaya kita menjalani hidup jika tiada dukungan kasih sayang dari orang-orang lain. Walaupun demikian, nilai-nilai masa kini makin mendorong kita ke arah kemandirian, tidak perduli apakah kita siap atau tidak. Materialisme dan konsumerisme mencolok dalam budaya kita, sebagian besar berakar dalam dilema yang tragis ini. Seperti dikatakan Dr. Hsu, manusia mulai mencoba mengatasi ketidakpastiannya yang mendasar dengan cra "mengganti keakraban antar manusia dengan harta benda", suatu upaya yang pasti akan gagal. "Krisis usia pertengahan" yang terkenal dan "kemurungan pensiunan" yang merusak,--- keduanya lebih sering terjadi dan lebih gawat di dalam kebudayaan kita daripada di dalam kebanyakan kebudayaan lainnya---, adalah dua saja dari sekitar banyak bukti kegagalan itu.
Identitas Wanita
Bagaimana Mengenal dan Membentuk Citra Diri
027945
© Kanisius 1988
PENERBIT
KANISIUS (Anggota IKAPI)
Jl.Cempaka
9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telepon
(0274)88783, Teleks 25243, Fax (0274) 63349
Diterjemahkan dengan izin penerbit aslinya dari buku IDENTITY, Define yourself in creative ways,
Know yourself in the image of God, Ruth tiffany barnhouse, The Westminster
press, Philadelphia, Pennsylvania, 1983.
Oleh A.G
Lunandi
Cetakkan pertama 1988
Cetakkan kedua 1991
Cetakkan ketiga 1992
Cetakkan keempat 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar