Selasa, 10 Juni 2014

PERMASALAHAN INDUSTRI MEBEL JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

PERMASALAHAN INDUSTRI MEBEL JEPARA Titik tolak aktivitas ASMINDO Komda Jepara yang tertuang dalam program dan strategi organisasi selama lima tahun ( 2002 – 2007) di dasarkan pada persoalan industri furniture di Jepara. Permasalahan – permasalahan yang di hadapai Industri Mebel Jepara adalah sebagai berikut : I. Permasalahan Bahan Baku a. Bahan baku semakin langka dan tak menentu harganya. Bahan baku menentukan 40% dari Total Cost Produksi di industri furniture.

Sehingga setiap kenaikan Harga Bahan Baku, pasti sangat memberatkan bagi pelaku industri. Tataniaga penjualan dan pengelolaan kayu Jati rimba yang di monopoli Perhutani menjadikan ketidakberdayaan pelaku industri furniture. Terutama soal tradisi menaikkan harga kayu sepihak, system penjualan dengan mata rantai panjang membuat harga kayu menjadi sangat tinggi. Kebutuhan bahan baku kayu di wilayah Jepara mencapai sekitar 500.000 M3 per tahun ( TAHUN 2003 ), Sedangkan untuk Tahun 2005 – 2006 kebutuhan bahan bakunya sekitar 300.000 M3. Jika suplai kayu hanya mengandalkan Perhutani, maka tejadi suplai dan deman yang tidak seimbang. Misalnya, data di tahun 2004,rencana tebang dan stok kayu jati sesuai JPT Departemen Kehutanan : jati = 209.194 m3 dan rimba = 113.780 m3 Jumlah = 322.974 m3. Untuk Industri, KSP, dipakai sendiri = 30.340 m3. Pemasaran : saluran perjanjian : 3 %, saluran langsung : 64 % dan lelang : 33 %. Sedangkan di tahun 2005, : Jati = 51.037 ha = 255.686 m3 dan rimba = 24.970,6 ha = 498.613 m3 Jumlah = 76.007,6 ha = 754.299 m3. ( sumber . Biro Ren Bang Perhutani) b. Secara Umum Kayu yang dipergunakan adalah Kayu Jati dan Mahoni, sedangkan Kayu dari jenis yang lain merupakan kayu nomor 2. ketergantungan terhadap jenis kayu Jati dan Mahoni sangat tinggi, sehingga perlu pengembangan pemakaian kayu alternative. c. Suplier Utama Kayu khususnya Jati adalah PT. PERHUTANI. Karena jumlah suplay semakin menurun maka dibantu Suplay dari Kayu Rakyat. Saat ini (Mulai Tahun 2005) Suplai dari Kayu Rakyat bahkan telah mendominasi dari pada kayu perhutani sekitar 60%nya. Menurunnya suplai kualitas kayu inilah diperlukan tehnologi rekayasa yang dapat mentreatment kayu rakyat menjadi berkualitas. d. Kenaikan harga kayu tiap tahun mencapai rata-rata 20%, sangat berpengaruh terhadap daya saing industri kita di pasar global. Di tahun 2005 & 2006 misalnya, Perum Perhutani menaikkan harga kayu jati dan rimba dengan kenaikan yang sangat signifikan yaitu diatas 10 % bahkan ada yang mencapai diatas 25 %. II. Permasalahan Produksi dan Desain a. Kharakteristik Industri Mebel Jepara adalah Home Industri, sehingga sebagian besar produksi adalah Handmade. b. Belum banyak Teknologi Industri yang diterapkan dalam Industri Mebel Jepara. c. Desain yang ada saat ini adalah Desain dari Buyer, Pelaku Industri Mebel Jepara hanya sebagai Tukang Jahit. Perlu adanya Pengembangan dan Reposisioning Desain, karena desain yang ada masih bersifat sektoral dan dikerjakan sendiri – sendiri. d. Perlu adanya MANAGEMENT TEKNOLOGI INDUSTRI, yaitu memadukan antara Produksi Machine dan Handmade sebagaimana Kharakteristik Industri Mebel Jepara III. Permasalahan Sumber Daya Manusia a. SDM Masyarakat Jepara dalam hal Manajemen masih kurang, tetapi mempunyai Skill dalam pembuatan mebel dan ukir yang sangat tinggi b. Karena SDM di bidang manajmen yang rendah tadi maka banyak terjadi kesalahan dalam penghitungan Job Costing suatu produk mebel. Akibatnya banyak harga-harga produk mebel yang murah. Terjadi persaingan yang tidak sehat berupa harga yang tidak standart. c. Saran = Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya CAPACITY BUILDING untuk mengupgrading SDM masyarakat Jepara, tetapi diperlukan biaya yang amat besar. IV. Permasalahan Pemasaran a. Berdasarkan SDM dalam hal manajemen yang rendah tadi, sebagian besar Pemasaran dan Promosi dari furniture Jepara dikuasai oleh Non Jepara. b. Pemasaran Industri Mebel Jepara saat ini banyak dikuasai oleh para BROKER BUYER dari luar. c. Belum adanya kesepemahaman sesama pelaku Industri Furniture Jepara untuk menetapkan Standar Harga Furniture khususnya produk yang sejenis. d. Rendahnya inisiatif Pengusaha Jepara dalam hal PROMOTION & MARKETING produk mebelnya, sehingga masih banyak yang mengandalkan pesanan. PAMERAN hanya dianggap sebagai pemborosan biaya bukan investasi. V. Permasalahan Permodalan dan Advokasi a. Susahnya akses permodalan dari perbankan bagi UKM Industri Furiture b. Diharapkan program dari pemerintah berupa Soft Loan dengan pengembalian dengan jangka panjang bagi UKM / Industri Kecil. c. Diharapkan adanya ONE DOOR POLICY dalam hal usaha – usaha Pembinaan, Pemasaran, Promosi DLL guna peningkatan Industri ini sehingga dapat bersaing dengan Daerah dan Negara lain. d. IMAGE JEPARA yang kurang bagus dalam kacamata International, sehingga diperlukan semacam PUBLIC RELATION yang dapat Mengembalikan Image / Citra Bagus ( REIMAGE ) Industri Mebel Jepara e. Isu – Isu tentang Wood Plantation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar