- MASALAH KESEIMBANGAN ANTARA INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Sampai sekarang kita mempunyai dua tafsiran radikal yang
berbeda terhadap persoalan ini. “Siapakah aku, yang telanjang dan sendirian di
kamar putih?” Atau “Siapa aku dilihat dari latar belakang dan masyarakatku?” Di
antara kedua ekstrem itu terdapat banyak variasi yang mengandung unsure-unsur
dari keduanya.
Dalam keadaan sama
sekali menyendiri, isolasi total, maka identitas tidaklah mungkin ada. Telah
dibuktikan dalam eksperimen baru-baru ini, bahwa jawaban harafiah terhadap
pertanyaan “Siapa aku, yang telanjang dan sendirian dikamar putih?” berbunyi bukan siapa-siapa. Bila segala rangsanagan dari lingkungan,
fisik maupun pribadi, ditiadakan, maka subjek mengalami disorientasi total dan
mulai berhalusinasi dalam waktu beberapa jam. Halusinasi merupakan upaya untuk
menciptakan masukan terus menerus tanpa masukkan. Kehidupan sehari-hari tidak
akan seekstrem itu. Namun aka nada kesulitan untuk menemukan dan mempertahankan
identitas yang pasti, apabila dukungan yang diperlukan sedikit pun tidak
diperoleh. Sayang, setelah kehilangan beberapa dukungan itu demi kemajuan, barulah kita menyadari apa (dan
berapa banyak) yang diperlukan.
Sebaliknya, kalau identitas hanya diperoleh dari latar belakangndan masyarakat, maka orang
bukan individu yang sejati, melainkan sesosok anggota tak berpribadi dari
sebuah kumpulan. Kita melihat gejala itu dalam psikologi massa dan dalam
histeria massa. Mereka yang sudah mengalaminya tahu betapa menakutkan rasanya
ketika, dibawah tekanan pengaruh kelompok yang dahsyat, orang yang kehilangan
egonya yang khas dan kritis, dan kehilangan kemampuan untuk mengukur
tindakannya atas standar moralitas dan kebenaran yang di anutnya.Walaupun tidak
dengan ekstrem-ekstrem primitive yang demikian, orang yang tidak merasakan
dirinya sebagai pribadi khas dan mampu mengambil keputusan, mampu
mempertahankan pendapat minoritas, akan mudah menjadi mangsa segala jenis demagog. Dalam skala lebih kecil, resiko
itu sering tampak dalam perilaku anak-anak dan remaja yang kesadaran identitas
pribadinya masih dalam proses
pembentukan. Kadang-kadang sangatlah sulit bagi mereka untuk menentang
tekanan kelompoknya, walaupun mereka tahu, bahwa apa yang disarankan kelompok
itu tidak dapat di benarkan. Yang menjadi biang keladi biasanya lebih kuat,
lebih cerdas, atau lebih dewasa dari pada orang lain, sehingga ia dengan mudah
memanipulasikan kelompok.
Oleh karena itu pemecahan untuk dilema Amerika ini bukanlah
dengan mencoba mundur ke zaman berkuasanya unit social, sedang individu harus
menekan kebutuhan dan keinginannya dalam pengabdian kepada unit social itu. Itu
pun menghancurkan identitas pribadi. Ada beberapa budaya yang mengatur gaya
hidup semacam itu. Di Amerika Serikat, dan sampai batas tertentu di kebanyakan
Negara Barat , tekanannya diletakkan pada individualisme. Tetapi di
Negara-negara yang kita pandang berpemerintahan totaliter, seperti Uni Soviet,
tekanannya ada di kolektivitas. Kita merasa ngeri mendengar mereka membungkam
hak individu. Tetapi mereka juga merasa ngeri mendengar apa yang mereka pandang
sebagai egoisme pribadi kita yang tidak terkendali, mendekati anarki social,
menguntungkan yang kuat mengorbankan yang lemah.
Dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu. Ada sejumlah
faktor yang merupaka cirri khas suatu kebudayaan. Banyak di antaranya yang
sangat sukar dipahami, bahkan barangkali bertentangan dengan segala analisis.
Tetapi dalam semua kebudayaan jelas ada hubungan antara identitas pribadi
dengan identitas kelompok, dan hal ini selalu amat penting. Faktor ini
senantiasa berkaitan dengan faktor-faktor lainnya, mempengaruhi dan
dipengaruhi. Termasuk didalamnya system perdagangan,kepercayaan tentang
seksual, pelaksanaan pendidikan, persediaan dan pengunaan sumber alam--- daftar
ini boleh dikatakan tidak ada akhirnya.
Sekalipun sering diabaikan, ada cukup alas an untuk
mengemukakan gagasan, bahwa pertentangan antara kebutuhan serta hak individu
dan kebutuhan serta hak masyarakat merupakan inti dari masalah yang dihadapi
manusia. Dalam masyarakat yang berfungsi secara baik keusa kutub itu mencapai
keseimbangan, tanpa ada satu pihak yang secara mencolok lebih penting atau
lebih berpengaruh. Intuisi dalam hal itu termaksud dalam ucapan yang terkenal,
“Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Yang tergawat adalah bila tidak adanya
keseimbangan yang serius, kea rah mana
pun condongnya, menghambat mekarnya secara penuh identitas pribadi.
Dengan kata lain, manusia tidak dapat menyadari
kemampuannya, kalau ia mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak kebebasan.
Tetapi ungkapan itu sering kali sulit dipahami orang Amerika , karena kebebasan
barangkali merupakan cita-citanya yang paling utama, kecenderungan kita pada
cita-citanya membuat kita lupa, bahwa manusia bisa kekenyangan menelan terlalu
banyak hal yang baik. Ada sebuah buku kebijakan Cina kuno, I ching,yang mengemukakan kasus demikian secara gambling :
“Dalam hidup
masusia…individu mencapai arti melalui pembedaan dan penentuan batas. Maka yang
penting bagi kita adalah masalah mengartikan pembedaan tersebut, yang boleh
dikatakan merupakan sokoguru moralitas. Kemungkinan tak terbatas tidaklah cocok
bagi manusia : kalau ada, maka hidupnya akan larut kedalam ketiadaan. Untuk
menjadi kuat,hidup manusia membutuhkan pembatasan yang ditentukan oleh
kewajiban dan diterima secara sukarela.
Manusia mencapai arti sebagai roh yang bebas, bila hanya ia meliputi dirinya
dengan pembatasan dan dengan menentukan bagi dirinya apa kewajibannya.
(hlm.232, penekanan adalah tambahan)
Bahaya yang kita hadapi jelas terletak pada kemungkinan
tanpa batas. “The sky is the limit” (langit
adalah batasannya) adalah gagasan khas orang Amerika. Di beberapa Negara lain
bahaya yang dihadapi terletak pada pembatasan kewajiban yang bukan ditentukan
sendiri melainkan oleh pemerintahan, dan yang dipaksakan bukan diterima secara
sukarela.
Bagaimana timbulnya ketidakseimbangan demikian? Salah satu
penyebab utamanya ialah kesalahan lama yang menggantikan tujuan dengan cara.
Kebebasan maupun ketertiban sesungguhnya bukanlah tujuan. Kebebasan dan ketertiban
adalah cara untuk membentuk suatu masyarakat yang berfungsi dan yang menjadi
tempat individu berkembang.
Mungkin tidak ada masyarakat yang pernah menangani masalah
ini secara tepat. Tetapi jelas ada yang lebih baik daripada yang lain. Pada
masa kini tampaknya ada ketidakkeseimbangan dalam jumlah luar biasa di sebagian
besar dunia. Hal ini menyusahkan semua orang dan merupakan penyebab penting
dari ancaman peperangan yang akibat merusaknya tak terbayangkan. Semua pihak
yang bersengketa dengan sengit menunjuk dan tidakkeseimbangan yang mencolok di
pihak lawannya, dan tidak ada yang melakukan sesuatu untuk memperbaiki
ketidakseimbangan sendiri. Ada tafsiran optimis yang mengatakan, bahwa
kemanusiaan sedang mengalami sakitnya pertumbuhan, dan sebelumkeadaan
benar-benar menjadi tak tertahankan suatu keseimbangan akan tercapai.
Identitas Wanita
Bagaimana Mengenal dan Membentuk Citra Diri
027945
© Kanisius 1988
PENERBIT
KANISIUS (Anggota IKAPI)
Jl.Cempaka
9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telepon
(0274)88783, Teleks 25243, Fax (0274) 63349
Diterjemahkan dengan izin penerbit aslinya dari buku IDENTITY, Define yourself in creative ways,
Know yourself in the image of God, Ruth tiffany barnhouse, The Westminster
press, Philadelphia, Pennsylvania, 1983.
Oleh A.G
Lunandi
Cetakkan pertama 1988
Cetakkan kedua 1991
Cetakkan ketiga 1992
Cetakkan keempat 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar