Selasa, 24 Juni 2014

MASALAH KESEIMBANGAN ANTARA INDIVIDU DAN MASYARAKAT



  •   MASALAH KESEIMBANGAN ANTARA INDIVIDU DAN MASYARAKAT

           Sampai sekarang kita mempunyai dua tafsiran radikal yang berbeda terhadap persoalan ini. “Siapakah aku, yang telanjang dan sendirian di kamar putih?” Atau “Siapa aku dilihat dari latar belakang dan masyarakatku?” Di antara kedua ekstrem itu terdapat banyak variasi yang mengandung unsure-unsur dari keduanya.
           Dalam keadaan  sama sekali menyendiri, isolasi total, maka identitas tidaklah mungkin ada. Telah dibuktikan dalam eksperimen baru-baru ini, bahwa jawaban harafiah terhadap pertanyaan “Siapa aku, yang telanjang dan sendirian dikamar putih?” berbunyi bukan siapa-siapa. Bila segala rangsanagan dari lingkungan, fisik maupun pribadi, ditiadakan, maka subjek mengalami disorientasi total dan mulai berhalusinasi dalam waktu beberapa jam. Halusinasi merupakan upaya untuk menciptakan masukan terus menerus tanpa masukkan. Kehidupan sehari-hari tidak akan seekstrem itu. Namun aka nada kesulitan untuk menemukan dan mempertahankan identitas yang pasti, apabila dukungan yang diperlukan sedikit pun tidak diperoleh. Sayang, setelah kehilangan beberapa dukungan itu demi  kemajuan, barulah kita menyadari apa (dan berapa banyak) yang diperlukan.

 
           Sebaliknya, kalau identitas hanya diperoleh dari latar belakangndan masyarakat, maka orang bukan individu yang sejati, melainkan sesosok anggota tak berpribadi dari sebuah kumpulan. Kita melihat gejala itu dalam psikologi massa dan dalam histeria massa. Mereka yang sudah mengalaminya tahu betapa menakutkan rasanya ketika, dibawah tekanan pengaruh kelompok yang dahsyat, orang yang kehilangan egonya yang khas dan kritis, dan kehilangan kemampuan untuk mengukur tindakannya atas standar moralitas dan kebenaran yang di anutnya.Walaupun tidak dengan ekstrem-ekstrem primitive yang demikian, orang yang tidak merasakan dirinya sebagai pribadi khas dan mampu mengambil keputusan, mampu mempertahankan pendapat minoritas, akan mudah menjadi mangsa segala jenis demagog. Dalam skala lebih kecil, resiko itu sering tampak dalam perilaku anak-anak dan remaja yang kesadaran identitas pribadinya masih dalam proses  pembentukan. Kadang-kadang sangatlah sulit bagi mereka untuk menentang tekanan kelompoknya, walaupun mereka tahu, bahwa apa yang disarankan kelompok itu tidak dapat di benarkan. Yang menjadi biang keladi biasanya lebih kuat, lebih cerdas, atau lebih dewasa dari pada orang lain, sehingga ia dengan mudah memanipulasikan kelompok.
           Oleh karena itu pemecahan untuk dilema Amerika ini bukanlah dengan mencoba mundur ke zaman berkuasanya unit social, sedang individu harus menekan kebutuhan dan keinginannya dalam pengabdian kepada unit social itu. Itu pun menghancurkan identitas pribadi. Ada beberapa budaya yang mengatur gaya hidup semacam itu. Di Amerika Serikat, dan sampai batas tertentu di kebanyakan Negara Barat , tekanannya diletakkan pada individualisme. Tetapi di Negara-negara yang kita pandang berpemerintahan totaliter, seperti Uni Soviet, tekanannya ada di kolektivitas. Kita merasa ngeri mendengar mereka membungkam hak individu. Tetapi mereka juga merasa ngeri mendengar apa yang mereka pandang sebagai egoisme pribadi kita yang tidak terkendali, mendekati anarki social, menguntungkan yang kuat mengorbankan yang lemah.
           Dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu. Ada sejumlah faktor yang merupaka cirri khas suatu kebudayaan. Banyak di antaranya yang sangat sukar dipahami, bahkan barangkali bertentangan dengan segala analisis. Tetapi dalam semua kebudayaan jelas ada hubungan antara identitas pribadi dengan identitas kelompok, dan hal ini selalu amat penting. Faktor ini senantiasa berkaitan dengan faktor-faktor lainnya, mempengaruhi dan dipengaruhi. Termasuk didalamnya system perdagangan,kepercayaan tentang seksual, pelaksanaan pendidikan, persediaan dan pengunaan sumber alam--- daftar ini boleh dikatakan tidak ada akhirnya.
           Sekalipun sering diabaikan, ada cukup alas an untuk mengemukakan gagasan, bahwa pertentangan antara kebutuhan serta hak individu dan kebutuhan serta hak masyarakat merupakan inti dari masalah yang dihadapi manusia. Dalam masyarakat yang berfungsi secara baik keusa kutub itu mencapai keseimbangan, tanpa ada satu pihak yang secara mencolok lebih penting atau lebih berpengaruh. Intuisi dalam hal itu termaksud dalam ucapan yang terkenal, “Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Yang tergawat adalah bila tidak adanya keseimbangan yang serius, kea rah mana pun condongnya, menghambat mekarnya secara penuh identitas pribadi.
           Dengan kata lain, manusia tidak dapat menyadari kemampuannya, kalau ia mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak kebebasan. Tetapi ungkapan itu sering kali sulit dipahami orang Amerika , karena kebebasan barangkali merupakan cita-citanya yang paling utama, kecenderungan kita pada cita-citanya membuat kita lupa, bahwa manusia bisa kekenyangan menelan terlalu banyak hal yang baik. Ada sebuah buku kebijakan Cina kuno, I ching,yang mengemukakan kasus demikian secara gambling :
“Dalam hidup masusia…individu mencapai arti melalui pembedaan dan penentuan batas. Maka yang penting bagi kita adalah masalah mengartikan pembedaan tersebut, yang boleh dikatakan merupakan sokoguru moralitas. Kemungkinan tak terbatas tidaklah cocok bagi manusia : kalau ada, maka hidupnya akan larut kedalam ketiadaan. Untuk menjadi kuat,hidup manusia membutuhkan pembatasan yang ditentukan oleh kewajiban dan diterima  secara sukarela. Manusia mencapai arti sebagai roh yang bebas, bila hanya ia meliputi dirinya dengan pembatasan dan dengan menentukan bagi dirinya apa kewajibannya. (hlm.232, penekanan adalah tambahan)
           Bahaya yang kita hadapi jelas terletak pada kemungkinan tanpa batas. “The sky is the limit” (langit adalah batasannya) adalah gagasan khas orang Amerika. Di beberapa Negara lain bahaya yang dihadapi terletak pada pembatasan kewajiban yang bukan ditentukan sendiri melainkan oleh pemerintahan, dan yang dipaksakan bukan diterima secara sukarela.
           Bagaimana timbulnya ketidakseimbangan demikian? Salah satu penyebab utamanya ialah kesalahan lama yang menggantikan tujuan dengan cara. Kebebasan maupun ketertiban sesungguhnya bukanlah tujuan. Kebebasan dan ketertiban adalah cara untuk membentuk suatu masyarakat yang berfungsi dan yang menjadi tempat individu berkembang.
           Mungkin tidak ada masyarakat yang pernah menangani masalah ini secara tepat. Tetapi jelas ada yang lebih baik daripada yang lain. Pada masa kini tampaknya ada ketidakkeseimbangan dalam jumlah luar biasa di sebagian besar dunia. Hal ini menyusahkan semua orang dan merupakan penyebab penting dari ancaman peperangan yang akibat merusaknya tak terbayangkan. Semua pihak yang bersengketa dengan sengit menunjuk dan tidakkeseimbangan yang mencolok di pihak lawannya, dan tidak ada yang melakukan sesuatu untuk memperbaiki ketidakseimbangan sendiri. Ada tafsiran optimis yang mengatakan, bahwa kemanusiaan sedang mengalami sakitnya pertumbuhan, dan sebelumkeadaan benar-benar menjadi tak tertahankan suatu keseimbangan akan tercapai.




Identitas Wanita
Bagaimana Mengenal dan Membentuk Citra Diri
027945
© Kanisius 1988
PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI)
Jl.Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telepon (0274)88783, Teleks 25243, Fax (0274) 63349

Diterjemahkan dengan izin penerbit aslinya dari buku IDENTITY, Define yourself in creative ways, Know yourself in the image of God, Ruth tiffany barnhouse, The Westminster press, Philadelphia, Pennsylvania, 1983.
Oleh A.G Lunandi
Cetakkan pertama 1988
Cetakkan kedua 1991
Cetakkan ketiga 1992
Cetakkan keempat 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar